expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Monday 5 December 2011

‎~ Ketabahan Seorang Istri ~




Bismillahirr Rahmanirr Rahim ...

Beberapa bulan yang lalu, teman baik saya (dia tidak bekerja dan punya dua orang anak laki-laki yang masih kuliah dan sekolah SMA) kehilangan suaminya yang meninggal karena infeksi tetanus.

Yang membuat saya sangat terkesan pada teman tersebut adalah ketabahan dan ketawakalannya ketika menghadapi musibah tersebut, yang mungkin bagi sebagian orang terutama wanita (yang kebetulan tidak bekerja dan bahkan anaknya masih banyak membutuhkan biaya sekolah) yang ketika menghadapi peristiwa serupa akan merasa bahwa langit serasa runtuh, bumi serasa hancur dan harapan ke depan bagaikan berjalan pada jalan yang buntu.

Akan tetapi, teman saya sama sekali tidak menampakkan kesedihan yang berlebihan.. apalagi pingsan (sehingga saya berpikir "seandainya hal serupa terjadi pada saya, apa saya mampu seperti itu?").

Ketika dia diberitahu oleh perawat dan dokter bahwa suaminya telah tiada, dia tidak menjerit atau meraung histeris atau pingsan...tetapi dia katakan "Innalillahi wa inna ilaihi roji'un...kepastian dari Allah telah datang dan Allah lebih mencintainya daripada saya mencintainya".

Kemudian dia masuk ke ruangan tempat suaminya terbaring dan mencium kening suami seraya mengatakan "mudah-mudahan Allah menempatkan aba (panggilan pada suaminya) dalam tempat yang sebaiknya...tugas aba telah selesai, tinggal saya yang harus melanjutkannya...dan saya yakin bahwa Allah juga akan memberikan jalan yang terbaik pula dengan peristiwa ini. Selamat jalan dan beristirahatlah dengan tenang"

Dokter dan perawat yang melihat keadaan tersebut tercengang sambil mengatakan "selama bertahun-tahun saya bertugas baru kali ini saya menemui ibu yang begitu tabahnya menghadapi kematian suaminya. Seumumnya yang saya temui seorang wanita akan pingsan atau menjerit histeris mendengar berita yang sama"

Tidak hanya dokter atau perawat yang begitu tertegun, sebagai temannya justru saya yang menangis melihat keadaan seperti itu... melihat dia dengan tabahnya mencium kening suaminya dengan tanpa airmata dan menemui serta menyambut ucapan bela sungkawa para kerabat, kolega, tetangga dengan senyum (walau raut wajahnya menampakkan sedih yang mendalam) bahkan mampu bercerita dengan tenang tanpa airmata.

MasyaAllah....(Akankah kita mampu seperti itu?)

Ketika saya tanyakan kepadanya "Bagaimana dia mampu seperti itu?"

Jawabannya adalah "semua yang terjadi adalah suatu kepastian dari Allah, yang semua manusia akan sampai kepada waktu tersebut. Sehingga apapun yang telah ditentukan oleh Allah SWT, pasti Allah SWT punya rancangan pasti pula bagi saya dan anak-anak untuk maju berderap ke depan. Saya juga yakin bahwa suami saya meninggal dalam keadaan struktural dan selalu mengarahkan "anak panah"nya untuk tunduk patuh dengan ajaran Allah yakni Al - Quran. Lalu apa yang harus saya risaukan? Andaikata saya...berteriak, meraung, meratapi kepergiannya, apatah juga dia kembali? Raungan, teriakan, ratapan hanya akan membuat langkah suami saya ke kedamaian terhalang dan membuat saya sendiri makin tenggelam ke perut bumi....dan akal pikiran sehat saya sebagai manusia akan mati pula mengikuti jasad suami...Yang jelas, tugas suami saya telah berakhir dan telah diminta istirahat oleh Allah. Tinggal kita sekarang yang masih harus berjalan menapaki jalan kita yang kita tidak tahu apakah akan berakhir dengan "khusnul khotimah" atau "syu'ul khotimah"..."beristirahat dengan tenang" atau "terpaksa diistirahatkan"...

Saya merenungkan apa yang dia katakan...
Mampukah saya seperti dia yang dengan sangat yakin dengan kepastian dan ketentuan dari Allah Ta'alla ....
Ya, saya juga harus yakin!

Semoga Bermanfaat
Salam Santun Ukhuwah Karena-NYA

No comments:

Post a Comment